Seberkas Kenang Yang Enggan Hilang (1)

        Kau adalah Besit yang sering datang. Membawa keping bayang yang semarak. Padahal kutahu, kau cuma dipikiranku, bukan disisi tubuh atau di dekat tinjau mataku. Tapi entah, mengundangmu dalam sebuah ruang ingatan, menjadi semacam pengobat luka. Tak jarang aku tersenyum sendiri, meski diakhir lamunan, luka kembali menjadi penutup. Karena kusadar kisah tentang kita sudah benar-benar ditutup. Penutup dari segala penutup. Ya, Tak mungkin diputar meski hanya sedetik tayang.
         Sumpit. Benda itu mengingatku padamu. Kala saku cuma menyimpan dua lembar uang, kita putuskan berjajan mie ayam di pinggir jalan. Meski cuma tepung keriting yang kita santap, tapi selera makan kita tergugah. Karena kita dalam satu meja makan, dalam satu cinta di peraduan. Lalu kau yang bukan seorang pendandan, mulai memperagakan cara memegang sumpit ala orang urban. Dicapit, diputar, secukupnya lalu lahaplah sayang. begitu cara sederhanamu memperagakan. Dan kala pulang, aku sadar, hanya kau yang membuat hal biasa menjadi luar biasa, dengan cinta yang kau punya.
          Goblok. Kata itu mengingatkanku padamu. Kala kita bersitatap, kita tahu sinar itu begitu lekat. Saat Hari-hari membuat kita jemu, selaksa canda kita adu. Meski cuma sepotong upil, tapi itu sudah membuat kita mengurai tawa. Dasar goblok, begitu saja tak bisa kau ini, sayang. Kalimatku tak kau anggap hinaan, tapi justru memancingmu untuk berkata sayang. Ah, tak jarang pula "kata" itu kau lemparkan padaku. Dan entah , aku merasa tersanjung begitu dalam.       
          
Category: