Berkunjunglah di ranah ini lagi. Ingin kutemui segala bentuk ocehan
filusufmu, humor estetismu, dan kritik agamismu. Tatap matamu yang
berbinar melewati kaca mata bening sungguh amat kurindukan. Datanglah
meski sekejap, seperti dulu, mengomentari judul buku yang tertarik kau
beli.
Aku lupa nama lengkap penulis-penulis buku yang membuat Kita
berkenalan. Yang kuingat aku menyapamu duluan Di sebuah rak paling
sudut, di situ berjejer buku-buku sastra. Mungkin kala itu aku terpaksa
melakukan sapaan padamu. Awalnya aku hanya mondar-mandir sambil menunggu
kau habiskan membaca buku bagus itu. Lama sekali ini cewek, pikirku.
"Siang, mbak penggila buku Nadya ya?"
"Tidak
juga, aku suka karena ia jujur dalam menulis. Dan Ia membeberkan
seksualitas sedetil-detilnya. Dan menurut saya itu tidak terkesan Vulgar
seperti yang dikatakan banyak orang"
"Emm.. saya tidak bertanya sedetil itu kok. Oh ya.. saya Surya"
"Saya Yuana" telapakmu sungguh halus. Tak seperti kertas, tapi kapas.
Kekesalanku
redam karena sikap ramah yang membuatmu tambah cantik. Penampilanmu
yang tak seperti kekasihku, menghanyutkan, membuat aku ingin mengenalmu
lebih.
Dengan jemari emosi kuketikkan namamu. Beribu puisi
tercipta, hanya berbekal satu cinta. Dan Jarum jam dinding mati, membuatku tak
sadar telah datang pagi.
Dengan seteguk rindu kutawan dirimu. Beratusribu detik
berlalu, menanti kau yang satu. Dan kalender lama masih bergantung di dinding,
betapa tak kusadar harus membeli kalender baru
Dengan gelombang kuceburkan diri. Berjuta riak dan buih
kejar mengejar, menuju pesisir yang entah berapa jauh lagi. Dan laut jadi ruang
keji bagi pelaut yang Cuma punya keinginan melaut.
Dengan gerimis kubasahi bumi. Beratus juta rintik ia mengikis,
menggenang luka yang amat dalam. Dan angin hanya lewat bagai laju waktu.
Dengan titik kuakhiri sajakku. Sekian tanda telah
berpancang, menuju hati yang membayang. Dan aku hanya penulis yang ingin kau
tulis.
Badzar, mempawah 4-4-11
Category:
Puisi
Kulepaskan engkau
seperti merpati yang tak kukenal. Persis pelepasan pada sebuah hajat. Hanya
bedanya, kulepaskan engkau tanpa tepuk tangan sesiapa. Hanya aku saja yang
berusaha senang melepasmu, dan kurasa engkau pun senang merasakan kebebasanmu
mengarung udara, menghinggap dimana saja. Tanpa awasku, tiada panggilku.
Bukan Gerangan
waktu yang memburu atau karena kita sulit bersatu. Tapi aku hanya ingin lepas
dari bayang masa lalu. Dengan utuh. Wajahmu terlalu identik dengan wajah itu.
Sorot Mata yang menghunus hingga hati tertembus, kulum senyum yang mendera jiwa
sampai gulita. Ah, tidak, aku enggan lukai lukaku dengan lukamu.
Bukan pada takdir kuserahkan semuanya. Karena manusia juga
harus berbuat sesuatu bukan untuk merubah masa depannya? Yah, aku hanya ingin
masadepanku tak direcoki kekecewaan masa silam. Kecewa dalam, pedih mengakar.
Engkau dan dirinya berbeda. Perbedaan yang tak bisa
disebandingkan. Tak ada yang lebih baik. Sangat relatif.
Badzar, Mempawah, 3 April 2011
Category:
Puisi
Di atas tanah ekuator ini
garis 0 derajat yang bulat
kuutarakan segenap rasa yang kuat
bahwa kamulah ingin yang paling tekad
dan di bulan maret ini kutuliskan sajak
saat matahari menimpa dengan tepat dan panas menyengat
tanpa bayangan seinchipun di tugu khatulistiwa sana
seperti hadirmu mengkulmminasikan hidupku
tanpa bayang, tanpa alasan
garis 0 derajat yang bulat
kuutarakan segenap rasa yang kuat
bahwa kamulah ingin yang paling tekad
dan di bulan maret ini kutuliskan sajak
saat matahari menimpa dengan tepat dan panas menyengat
tanpa bayangan seinchipun di tugu khatulistiwa sana
seperti hadirmu mengkulmminasikan hidupku
tanpa bayang, tanpa alasan
Category:
Puisi
Ingin rasa kusenandungkan serenade untukmu,,
yang suaranya menyisip diantara celah gerimis...
yang liriknya melekat di ruang ingatmu
yang mencandukan dengan sangat
tapi rupanya aku terlanjur tak bisa mencipta lagu
pun suaraku tak pernah bisa merdu
jadilah hanya kata-kata tanpa nada ini sebagai penggantinya,,
yang mungkin melekat, mungkin segera lewat
yang bisa mencandu atau malah mendebu
yang suaranya menyisip diantara celah gerimis...
yang liriknya melekat di ruang ingatmu
yang mencandukan dengan sangat
tapi rupanya aku terlanjur tak bisa mencipta lagu
pun suaraku tak pernah bisa merdu
jadilah hanya kata-kata tanpa nada ini sebagai penggantinya,,
yang mungkin melekat, mungkin segera lewat
yang bisa mencandu atau malah mendebu
Category:
Puisi